Dewi Sartika lahir di Bandung pada 4 Desember 1884 dan wafat di Cineam, Tasikmalaya pada 11 September 1947. Dewi Sartika wafat saat sedang mengungsi di Desa Rahayu, Kecamatan Cineam, Tasikmalaya. Ketika itu Wilayah Republik Indonesia diserang oleh tentara NICA - Belanda pada peristiwa agresi militer I Belanda tahun 1947.
Kedua orangtua Dewi Sartika, Raden Rangga Somanagara dan Raden Ayu Raja Permas, dibuang Pemerintah Hindia Belanda ke Ternate karena tuduhan memberontak pada Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1893. Sebelum dibuang ke Ternate, Raden Rangga Somanagara adalah seorang Patih di Bandung. Patih itu jabatan di pemerintahan lokal satu level di bawah Bupati, kira-kira setara jabatan Sekretaris Daerah atau Wakil Bupati zaman sekarang. Dengan dibuangnya sang ayah sebagai pemberontak, Dewi Sartika tidak melanjutkan lagi sekolahnya setelah kelas tiga di Lagere School.
Kiprah di dunia pendidikan beliau mulai sejak 1902 dengan mengajarkan membaca, menulis, memasak dan menjahit bagi kaum perempuan di sekitarnya. Pada 16 Juli 1904 Raden Dewi Sartika mendirikan Sakola Istri atau Sekolah Perempuan, Tahun 1914 Sakola Istri diubah namanya menjadi Sakola Kautamaan Istri atau Sekolah Keutamaan Perempuan. Pada tahun 1929 Sakola Kautamaan Isteri diubah namanya menjadi Sakola Raden Dewi. Selain tersebar di kota kabupaten Pasundan, Sakola Kautamaan Istri sempat pula menyebar ke luar pulau Jawa.
Pemerintah Hindia Belanda pada 16 Januari 1939 memberi bintang jasa kepada Dewi Sartika atas jasanya memajukan pendidikan kaum perempuan. Penghargaan pemerintah kolonial menunjukan bahwa perjuangan Dewi Sartika dilakukan secara koperatif, bukan perjuangan yang diramaikan dengan dar der dor suara senapan. Selanjutnya Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1966 mengakui Raden Dewi Sartika sebagai pahlawan nasional.
Untuk perempuan yang hidup pada abad ke 19 sungguh luar biasa aktivitas Raden Dewi Sartika ini, yaitu mengajar dan mendirikan sekolah. Pada saat Insinyur Soekarno baru belajar berjalan dan belum lancar bicara, Dewi Sartika sudah berinisiatif mengajar membaca, menulis dan keterampilan yang harus dimiliki seorang wanita. Pada saat Bung Hatta baru berusia dua tahun, Dewi Sartika sudah mendirikan sekolah untuk kaum perempuan. Visi beliau benar-benar melampaui zamannya.
Patutlah kita kenang Dewi Sartika sebagai pahlawan pendidikan bangsa, setara dengan orang Indonesia yang dar ..der…dor .. mengangkat senjata, atau berdiplomasi, bersilat lidah mempertahankan kemerdekaan melalui jalur perundingan. Bentuk penghargaan lainnya adalah penamaan jalan Dewi Sartika, diantaranya di Bandung, Bogor, Bandar Lampung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Samarinda, Palu dan Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar